Market Watch

Economic Calendar

Selasa, 21 Oktober 2008

Memahami esensi krisis global

Seperti nightmare, krisis keuangan membangunkan banyak pihak yang tertidur lelap di Wall Street. Mimpi buruk akan kebangkrutan menghantui banyak pelaku pasar yaitu kekeringan likuiditas. Presiden George W. Bush coba menenangkan pasar lewat program bailout sebesar US$700 miliar, dengan harapan usia krisis dapat diperpendek. Namun, sampai saat ini pasar masih terus bergerak menuju titik curam.

Risiko tidak berhenti. Risiko bergerak mengikuti angin juga masuk ke lantai Bursa Efek Indonesia. Kepanikan menyeruak ke dalam relung pemilik modal, IHSG terjun bebas dari 2.700 menuju level 1.450-an. Ada kesan pemerintah tergesa-gesa dalam menetapkan kebijakan. Pelaku usaha kehilangan informasi sehingga semua berjalan sendiri-sendiri. Terjadi ketakutan demi ketakutan.

Sekarang, mari kita kaji lebih tenang dampak krisis global agar ke depannya kita dapat merespons semua kejadian dengan lebih bijak. Dengan perangkat Social Acounting Matrix (SAM), kita dapat melihat komponen ekonomi yang akan terpengaruh jika krisis global terus berlangsung hingga 2009.

Dengan melakukan shock pada pendapatan faktor produksi dari luar negeri, transfer luar negeri, ekspor dan pinjaman luar negeri sebesar minus 20%, terlihat bahwa semua komponen faktor produksi tidak berpengaruh secara signifikan.

Dampak bagi faktor produksi tenaga kerja dirasakan tidak berarti yaitu di bawah 2%. Tekanan terbesar dirasakan oleh tenaga kerja buruh kasar dengan kontraksi pendapatan riil sebesar 1,32%, sedangkan pendapatan riil pemilik modal terkoreksi 0,89%.

Pada neraca institusi, dampak yang dirasakan juga kurang dari 2%. Rumah tangga buruh tani merupakan institusi yang mengalami kesulitan tertinggi yaitu 1,42%. Rumah tangga golongan atas desa hanya merasakan dampak sebesar 1,19%.

Dari pelemahan pendapatan riil masyarakat itu, pemerintah pun kehilangan potensi pajak sebesar 1,53%. Perusahaan swasta menanggung kerugian rata-rata 0,62%.

Untuk sektor usaha, dampak terbesar dirasakan oleh sektor keuangan, realestat, hiburan, pariwisata, jasa pemerintah dan jasa sosial sebesar 3,25%. Sektor pertanian, kehutanan, perdagangan, angkutan dan komunikasi serta sektor air, listrik dan gas cenderung lebih kecil pengaruhnya.

Derivatif

Jika melihat fenomena di atas, ada benang merah yang dapat ditarik sebagai kesimpulan, yaitu, lemahnya keterkaitan antara pasar finansial dan pasar barang. Pergerakan IHSG yang terus turun tajam tidak mencerminkan kondisi riil di pasar barang.

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi kita untuk cemas. Rasa aman dan nyaman harus tetap diberikan bagi para pelaku usaha maupun investor. Mekanisme ekonomi membuktikan bahwa kondisi ekonomi domestik relatif aman.

Jika kecemasan dan ketakutan tidak dikelola dengan baik, lama kelamaan iklim kondusif yang dibina selama ini akan sirna. Bahkan, jika kepanikan yang ada diikuti dengan tindakan ekonomi krisis domestik justru akan benar-benar terjadi. Sekali lagi, bukan karena mekanisme ekonomi, melainkan sebagai akibat transaksi derivatif.

Fenomena ekonomi di Amerika memberi pelajaran bagi kita bahwa tindakan ekonomi haruslah rasional. Kebebasan yang seluas-luasnya bagi individu untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya harus dibatasi.

Bagaimanapun juga semua kebebasan pada akhirnya mendorong elemen paling purba dalam diri manusia, yakni ego dan serakah. Adam Smith mengajarkan kita untuk memahami The Theory of Moral Sentiments (1759) terlebih dahulu, baru beranjak pada "The Wealth of Nations (1766).

The Invisible hand baru akan membimbing kita pada gerak hidup di alam ini jika mengikuti nilai-nilai moral yang tecermin dalam dua aturan, keadilan (rules of justice) dan etika (rules of morality).

Hilangnya hal ini, yang membuat kerusakan pasar finansial dunia saat ini. Semua individu dan kelompok berlomba-lomba mengumpulkan keuntungan pribadi sebanyak-banyaknya tanpa memerhatikan keseimbangan ekonomi.

Kelebihan di satu sisi dunia akan membawa kekurangan di sisi lain. Mereka lupa bahwa selain sebagai individu, mereka juga merupakan bagian dari masyarakat dunia. Ketika sebagian besar surplus ekonomi yang tercipta hanya dinikmati oleh segelintir orang maka ada adjustment secara alamiah yang akan mengembalikan keseimbangan ekonomi pada posisi semula.

Mungkin kita lupa bahwa segala tindakan dan aktivitas kita terkait dengan tindakan dan aktivitas lainnya. Ketika sebagian orang merasa tertindas dan tersingkir dalam pembagian kue ekonomi, maka sebagian besar masyarakat dunia akan berontak dan melawan bagian kecil yang lain.

Hukum alam mengharmonisasikannya dalam bentuk koreksi sosial dan kekuatan perlawanan bersama terhadap ketidakadilan yang muncul. Inilah hukum simultan ekonomi yang tidak mungkin dihindari.

Memori kita kembali diingatkan pada kejayaan Portugal di awal era merkantilisme. Pada masa itu hampir seluruh kekayaan terkumpul di negara tersebut dalam bentuk emas. Sebagian besar masyarakat dunia berontak dan menuntut keadilan.

Di akhir kejayaannya, seluruh warga dunia menyepakati mengubah alat tukar dari emas menjadi alat tukar lainnya. Dalam sekejap negara terkaya di dunia menjadi termiskin.

Akhirnya kita setuju bahwa keserakahan akan menciptakan disequilibrium ekonomi. Bentuknya dapat berupa kepanikan. Oleh karena itu, berusahalah memulai tindakan ekonomi ke depan dengan ekspektasi yang jernih dan rasional. Tindakan ekonomi harus mengindahkan rambu-rambu keadilan dan kesejahteraan bersama agar tidak terjebak dalam transaksi derivatif.

Oleh Andri Kosasih
Technical Research Advisor Dyandra & Co

0 komentar: