Market Watch

Economic Calendar

Senin, 01 Desember 2008

OPEC inginkan harga minyak US$75 per barel



JAKARTA: Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) menunda pemotongan kuota produksi lanjutan dalam 2 pekan ke depan dan memilih menunggu hasil pemangkasan produksi sebelumnya terhadap target harga minyak kembali bertahan di kisaran US$75 per barel.

Harga minyak sampai dengan akhir November lebih rendah 62% dari rekor harga 11 Juli sebesar US$147,27 per barel. Penurunan harga itu diperkirakan disebabkan oleh pelemahan permintaan menyusul ancaman resesi ke seluruh pelosok dunia.

Menteri Perminyakan Arab Saudi Ali Al-Naimi, negara produsen minyak terbesar dan secara de facto memimpin OPEC, mengatakan harga minyak pada level US$75 per barel merupakan harga yang 'pantas' agar investasi ladang minyak baru tetap berlangsung.

"Harga [minyak] ini adalah harga yang adil yang dibutuhkan negara pengekspor untuk mendorong investasi. Pemangkasan [produksi] bisa terjadi dan kami akan lihat hasilnya," ujarnya seperti dikutip Bloomberg di Kairo, kemarin.

OPEC, pemasok lebih dari 40% kebutuhan minyak dunia, diagendakan melakukan pertemuan kembali di Oran, Algeria pada 17 Desember. Seusai pertemuan Kairo, Mesir, organisasi itu mengingatkan permintaan minyak akan lebih rendah dari perkiraan yang dikeluarkan beberapa bulan sebelumnya.

Kebijakan OPEC saat ini belum efektif memengaruhi harga seperti keputusan pemangkasan produksi 1,5 juta barel per hari yang efektif diberlakukan 1 November. Harga minyak ternyata terus melemah pascakeputusan yang diambil pada 24 Oktober tersebut.

Pekan ini harga minyak diperkirakan cenderung melemah. Sebanyak 14 dari 38 analis yang disurvei Bloomberg memperkirakan harga minyak sampai dengan 5 Desember masih turun. Seperti dampak kebijakan sebelumnya, apa pun strategi yang diambil OPEC diyakini belum mampu mendongkrak harga minyak karena permintaan yang terbatas.

Pada perdagangan akhir pekan lalu, harga minyak untuk pengiriman Januari ditutup pada kisaran US$54,43 per barel.

Koreksi harga terparah pada pekan lalu terjadi pada 25 November ketika harga minyak anjlok 6,8% menjadi US$50,77 per barel. Pada 20 November, kontrak minyak menyentuh US$49,42 per barel yang merupakan level terendah tahun ini.

Tak terpengaruh

"Permintaan minyak bumi secara historis memang selalu turun setiap kali ada penurunan kegiatan ekonomi, harga pun menyesuaikan," kata Kepala Riset PT Recapital Securities Poltak Hotradero kepada Bisnis.

Poltak menilai musuh OPEC terbesar saat ini justru berasal dari negara anggota organisasi itu sendiri. Pos penerimaan APBN negara anggota OPEC masih bergantung pada hasil penjualan minyak bumi.

"Satu-satunya negara OPEC yang penerimaan minyak kurang dari 30% hanyalah Indonesia. Namun, kita bukan anggota mereka lagi. Mereka semua gagal mendiverifikasikan ekonomi, begitu ada bonanza minyak larinya ke properti yang belum tahu siapa yang membeli," katanya. (23/Lutfi Zaenudin) (redaksi@ bisnis.co.id)

0 komentar: