Market Watch

Economic Calendar

Sabtu, 28 Februari 2009

Pajak derivatif kontrak berjangka tak diubah


JAKARTA: Pemerintah menyatakan tidak akan merevisi peraturan pemerintah (PP) No. 17/2009 tentang PPh atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka.

Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Darmin Nasution mengatakan penetapan tarif final terhadap transaksi derivatif berupa kontrak berjangka sebesar 2,5% dari margin awal, tidak akan memicu terjadinya transaksi di luar bursa (black market).

“Lho bilang saja kalau nggak mau bayar pajak kalau begitu. Dan nggak ada revisi [untuk pengenaan tarif finalnya],” jawabnya saat ditemui di kantornya, hari ini.

Pada 9 Februari lalu, pemerintah telah menerbitkan aturan pelaksana pasal 4 ayat 2 UU PPh yang baru yaitu PP No. 17/2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa. Dalam PP itu disebutkan transaksi di bursa berjangka dikenai tarif final sebesar 2,5% dari margin awal.

Kebijakan yang berlaku surut mulai 1 Januari 2009 itu kemudian menuai keberatan dari pelaku bursa berjangka yang selama ini belum dikenai pungutan pajak penghasilan terhadap transaksi, apalagi pemerintah hanya mengenakan tarif PPh final sebesar 0,1% dari nilai transaksi penjualan di bursa efek.

Direktur PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Hasan Zein Mahmud sebelumnya menuntut persamaan perlakuan dengan bursa efek terkait dengan besaran pengenaan PPh final bagi pelaku perdagangan berjangka.

“Ini tiruan bursa, tetapi jumlahnya puluhan kali lipat dari yang dikenakan di bursa efek. Perkiraan saya kalau itu ditegakkan seperti itu transaksi di bursa [berjangka] bisa mati,” katanya (Bisnis, 24 Februari)

Selain protes dari BBJ, Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) Surdiyanto Suryodarmodjo sebelumnya juga menyatakan keberatan atas ketentuan dalam PP tersebut. Menurutnya, jika PPh dihitung dari margin awal menjadi tidak adil dibandingkan dengan pajak yang dikenakan di bursa efek yaitu, 0,1% dari penjualan.

Dia menuturkan perhitungan PPh itu seharusnya berdasarkan jumlah lot transaksi dikalikan dengan margin awal, yaitu jumlah uang yang beredar, dan besaran tarifnya.

Menanggapi hal tersebut, Darmin mengatakan pengenaan tarif PPh final kepada transaksi derivatif berupa kontrak berjangka tidak bisa disamakan dengan transaksi derivatif yang ada di bursa efek.

“Kalau disamakan [dengan bursa efek] nggak bisa karena kami nggak tahu transaksinya [di bursa berjangka] seperti apa persisnya,” jelasnya. (ln)


0 komentar: