Market Watch

Economic Calendar

Selasa, 30 Juni 2009

Mencari Kredibilitas harga di pasar fisik, sumber daya manusia dan sistem online diragukan



Peluncuran pasar fisik minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terorganisasi pada 23 Juni di hotel bintang di Jakarta memang sangat tipikal dengan peluncuran kontrak-kontrak Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) lainnya.

Di berbagai sudut ruangan, tampak berjejer para staf BBJ di mana staf perempuan tampil anggun dalam balutan busana warna hijau sementara staf pria berjas warna cokelat muda dan berdasi. BBJ sepertinya benar-benar tampil all out.

Di kedua layar yang ditempatkan di sisi panggung itu, muncul kalimat pendek Connecting dream into reality.

Peluncuran pasar fisik itu seolah-olah ikut mendukung mimpi yang lebih besar lagi di mana Indonesia berharap bisa menghasilkan 40 juta ton CPO pada 2020. Pada saat itu juga, Indonesia diharapkan sudah bisa menjadi negara acuan penetapan harga CPO internasional yang cikal-bakalnya tentu berawal dari pergerakan di pasar fisik ini.

Jadi ini adalah mimpi yang melibatkan lintas sektoral baik itu Departemen Perdagangan maupun Kementerian Negara BUMN. Seluruh ekspektasi dari berbagai pihak mengalir seiring dengan doa dan dukunga agar mimpi itu tidak buyar di tengah jalan.

Ini pun karena pelaku pasar rasanya sudah ‘gerah’ jika harus melulu berpatokan pada harga yang terbentuk di Bursa Derivatif Malaysia atau bursa Rotterdam yang padahal belum tentu mencerminkan kondisi pasar CPO dalam negeri.

Apalagi kalau mengingat penetapan bea keluar juga masih mengacu pada harga yang terbentuk di Rotterdam, semakin membuat sakit hati karena sebagai produsen CPO terbesar dunia dengan 80% produksinya diekspor, berarti harga internasional sangat dipengaruhi CPO Indonesia.

“Kalau Eropa hanya mengimpor 1 juta-2 juta ton, masa dia yang menentukan harga atas 20 juta CPO yang dihasilkan Indonesia?” begitu komentar Deputi Menko Perekonomian bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi di sela-sela peluncuran pasar fisik itu.

Selama ini, pelaku pasar CPO Indonesia memang menjadikan bursa Rotterdam, bursa Kuala Lumpur, FOB di Pelabuhan Dumai dan Belawan serta harga lelang di Kantor Pemasaran Bersama (KPB), sebagai sumber harga transaksi komoditas yang cukup likuid di pasar dunia itu.

Harga yang credible

Namun di antara doa dan dukungan itu, dititipkan pesan dari berbagai pihak bahwa reputasi BBJ akan sangat diuji di sini untuk bisa mendorong terjadinya harga yang credible, bursa yang sehat dan likuiditas yang tinggi.

Di luar dari iming-iming insentif atau disinsentif yang dijanjikan dan biasanya menjadi bagian dari marketing gimmick, kerja keras BBJ untuk memberikan layanan bisnis (business service) yang baik sebenarnya merupakan insentif tersendiri bagi penciptaan harapan-harapan tadi.

Masih banyak yang meragukan kemampuan dan kompetensi dari sumber daya manusia maupun sistem perdagangan online yang kebetulan baru diluncurkan BBJ saat itu juga.

Untuk itulah, BBJ diharapkan bisa membangun komunikasi yang baik dengan memberikan informasi yang konsisten dan berkelanjutan.

Karena pasar fisik ini lahir dari mimpi, komitmen dan tanggung jawab untuk mengembangkan sebuah bursa komoditas yang tepercaya dan diandalkan, tentunya jangan sampai perjalanannya akan berakhir seperti kontrak-kontrak multilateral berbasis komoditas yang diluncurkan BBJ dalam kemasan acara peluncuran yang serba wah tapi berjalan terseok-seok dan bahkan ada yang mati suri.

Ini akan menjadi awal bagi kiprah BBJ dalam penyelenggaraan pasar fisik komoditas dan semoga dapat berkembang semegah dan sebesar acara peluncurannya. Selamat! (nana.oktavia@bisnis.co.id)

Oleh Nana Oktavia Musliana
Wartawan Bisnis Indonesia

0 komentar: