Market Watch

Economic Calendar

Jumat, 21 November 2008

Ancaman deflasi akan tekan suku bunga AS

JAKARTA: JPMorgan Chase & Co memperkirakan bank sentral AS akan memangkas suku bunga hingga 0% atau 100 basis poin dalam dua bulan mendatang, dari posisi terakhir 1%, guna mencegah deflasi.

Ekonom JPMorgan Michael Feroli, dalam laporan riset yang disampaikan kepada investor, seperti dikutip Bloomberg, memprediksikan The Fed akan memangkas suku bunga 50 basis poin sebanyak dua kali, yaitu dalam pertemuan FOMC pada 16 Desember dan 28 Januari 2009.

Setelah itu, Feroli menduga bank sentral AS akan tetap mempertahankan suku bunga acuan 0% hingga akhir 2009. Tujuannya, yaitu mencegah harga terus turun, seiring dengan gelombang pemangkasan karyawan dan pengetatan penyaluran kredit.

Pada situasi demikian, katanya, AS tidak sendirian karena bank-bank sentral lainnya, seperti bank sentral Jepang maupun Bank Sentral Eropa, memberikan sinyal untuk melakukan kebijakan lanjutan pemangkasan suku bunga.

"Penetapan kebijakan suku bunga hingga 0% adalah langkah terbaik The Fed saat ini. Tingkat kepercayaan publik akan anjlok jika muncul persepsi bahwa bank sentral AS sudah mulai kehabisan 'amunisi'," kata Feroli, kemarin

Otoritas moneter di AS ternyata memperkirakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu akan mengalami deflasi hingga pertengahan 2009. Hal itu terungkap dari catatan pertemuan Federal Open Market Committee pada 28-29 Oktober yang dirilis di Washington, kemarin.

Catatan itu semakin menguatkan dugaan bahwa The Fed, pada pertemuan 16 Desember, kembali akan memangkas suku bunga.

Mantan direktur bidang moneter The Fed, yang juga dosen tamu American Enterprise Institute, Vincent Reinhart menilai Chairperson The Fed Ben S. Bernanke tampaknya harus mulai mempertimbangkan kebijakan di luar kebiasaan, seperti pembelian surat utang pemerintah.

"Federal Reserve kembali menempatkan ancaman deflasi sebagai masalah utama sehingga semestinya tidak akan ada yang dapat menghalangi suku bunga acuan turun hingga di bawah 1%," katanya.

Deflasi adalah periode ketika harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang meningkat karena kurangnya jumlah uang yang beredar.

Jepang adalah satu-satunya negara maju yang masih mengalami deflasi pada era modern saat ini.

"Pelajaran yang dapat diambil dari Jepang adalah mencegah terjadinya deflasi. Kami harus lebih agresif," tegas vice chairman The Fed, Donald Kohn, kemarin.

Harga-harga konsumen di AS pada periode Oktober tercatat turun 1%, penurunan terbesar sejak 1947, yang dipicu oleh penurunan harga minyak dan diskon besar-besaran produk ritel, seperti mobil dan pakaian.

Daya tahan

Sarah Jane Wagg, Presiden Direktur PT UBS Securities Indonesia mengatakan daya tahan negara berkembang terhadap penurunan harga sejumlah komoditas lebih kuat dibandingkan AS dan kelompok negara maju.

Pada dasarnya, kata Wagg, negara berkembang memiliki alternatif ko-moditas yang dapat ditingkatkan volume perdagangannya di pasar domestik mau-pun pasar domestik.

"Penurunan harga sejumlah komoditas, khususnya bahan mentah dapat mendorong industri pengolahan di negara berkembang, sehingga nilai tambah produk semakin besar," katanya di Jakarta, kemarin.

Di luar itu, Sarah memproyeksikan kelompok negara berkembang tidak lagi terlalu berpatokan pada kebijakan bank sentral AS.

Negara berkembang, jelasnya, ke depan akan mengeluarkan kebijakan dengan memperhatikan kebutuhan domestik untuk memperkuat fundamental ekonomi.

Pada bagian lain, ekspor Jepang Oktober 2008 turun pada laju terendah selama hampir enam tahun terakhir, karena anjloknya penjualan mobil dan produk elektronik akibat krisis keuangan global.

Ekspor yang merupakan mesin penggerak utama pertumbuhan ekonomi Jepang selama enam tahun terakhir, turun 7,7% dibandingkan awal tahun.

Departemen Keuangan Jepang, hari ini, mengemukakan penurunan itu terendah sejak Desember 2001. (gak) (erna.girsang@bisnis.co.id)

0 komentar: