Market Watch

Economic Calendar

Senin, 06 April 2009

Arbitrase punya banyak kelebihan

JAKARTA : Pesatnya perkembangan industri perdagangan berjangka di Tanah Air membutuhkan penanganan khusus dalam menyelesaikan perkara-perkara terkait transaksi berjangka yang akhir-akhir ini kerap menimbulkan konflik.

Terkait hal tersebut diatas,berikut petikan wawancara Ketua Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (Bakti),A Zen Umar Purba :

Peran Bakti yaitu membantu masyarakat dalam penyelesaian sengketa perdata dalam perdagangan komoditas. Bakti merupakan badan independen bukan merupakan subordinasi PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) karena berlokasi kantor satu lantai dengan KBI. Bakti didirikan oleh PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI), PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia (APBI) dan Asosiasi Perusahaan Pedagang Berjangka Indonesia (AP2BI).Dorongan utama berasal dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Layanan Bakti. Sebelumnya kasus-kasus perdata di industri perdagangan berjangka diselesaikan lewat mediasi. Meskipun ada Komite Arbitrase di bawah BBJ, itu tidak independen. Melalui Bakti,ada memiliki hukum acara dibantu dengan 20 arbiter yang terseleksi dan didukung oleh Dewan Penasihat beranggotakan tujuh orang, salah satunya Kepala Bappebti. Dalam hal ini berkontribusi terhadap penegakan hukum di Indonesia. Penyelesaian perkara perdata dilakukan berdasarkan kesepakatan secara tertulis dengan keputusan bersifat final dan mengikat. Sistem penyelesaian melalui lembaga arbitrase memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan penyelesaian lewat pengadilan.Prosesnya tertutup, jangka waktu penyelesaian 180 hari kalender, keputusan bersifat final dan mengikat sehingga tidak memungkinkan pihak yang bersengketa untuk naik banding. Kekhususan dalam penyelesaian perkara itu semakin perlu karena pesatnya dunia perdagangan berjangka.

Respon terhadap pendirian Bakti. Pada dasarnya banyak yang belum mengerti mengenai mekanisme penyelesaian perkara melalui arbitrase. Namun, respons dari pialang itu sudah cukup baik. Dalam pertemuan dengan APBI, 30 perusahaan pialang hadir atau sekitar 75% dari anggota APBI. Prinsipnya kebebasan. Dulu tidak ada opsi,dan sekarang sudah ada opsi [jalur penyelesaian] lain. Kewajiban pialang untuk menjelaskan kepada nasabah saat membuat perjanjian dengan nasabahnya.

Putusan Bakti bersifat final dan mengikat, tetapi masih saja banyak yang membawanya ke pengadilan.Mengapa demikian?. Itu dulu. Namun sekarang sudah mulai berkurang karena adanya konsep bahwa hakim tidak boleh menolak perkara yang sebetulnya salah kaprah. Jadi, dia terima perkara itu tetapi akhirnya mengatakan tidak berwenang.Tapi tetap diterimanya dulu. Yang jadi masalah nanti pihak lawan banding lagi. Nah,disana tidak bisa tolak perkara lagi. Dalam pertemuan dengan Ketua Mahkamah Agung dibicarakan apakah ada suatu mekanisme bagi Mahkamah Agung agar punya kewenangan untuk bisa mengatakan begitu clear, yang jelas jangan terimalah. Pak Umar Purba juga tidak mengerti karena alasan tidak bisa menolak perkara lalu semua diambil.Padahal dalam Undang-undang itu sudah jelas. UU itu kan sudah mengandung kewenangan penuh pada yurisdiksinya, yurisdiksi arbitrase. Sudah jelas kalau sudah dipegang arbitrase, tidak boleh lagi dipegang hakim.Itu menurutnya bertentangan dengan undang-undang. Sekarang dalam praktek sehari-hari kita suka bikin clause,disamping bahwa arbitrase final dan mengikat kemudian para pihak tidak akan membawakan perkara ini ke pengadilan.

0 komentar: